BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR
BELAKANG
Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota
masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia
harapan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara
konsisten dari waktu ke waktu. Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk
Indonesia, maka dapat diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan
meningkat pula. Salah satu penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat
morbiditas dan mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut
menjadi lebih penting lagi mengingat bahwa patogenesis, perjalanan penyakit dan
penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi pada usia dewasa
muda. Pada umumnya tekanan darah akan bertambah tinggi dengan bertambahnya usia
pasien, dimana tekanan darah diastolik akan sedikit menurun sedangkan tekanan
sistolik akan terus meningkat.
Penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular mengalami peningkatan
resiko penyebab kematian. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan
penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi. Darah tinggi sering diberi
gelar The Silent Killer karena hipertensi merupakan pembunuh
tersembunyi karena disamping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat
di masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa
kecacatan permanen dan kematian mendadak. Sehingga kehadiran hipertensi pada
kelompok dewasa muda akan sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya
pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup.
Beberapa organisasi dunia dan regional telah memproduksi, bahkan
memperbaharui pedoman penanggulangan hipertensi. Dari berbagai strategi dapat
disimpulkan bahwa penanggulangan hipertensi melibatkan banyak disiplin ilmu.
Kunci pencegahan atau penanggulangan perorangan adalah gaya hidup sehat.
Masyarakat juga perlu tahu risiko hipertensi agar dapat saling mendukung untuk
mencegah atau menanggulangi agar tidak menyebabkan peningkatan yang signifikan
sampai mencegah terjadinya komplikasi.
Pada usia lanjut aspek diagnosis selain kearah hipertensi dan
komplikasi, pengenalan berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang tersebut
perlu mendapatkan perhatian oleh karena berhubungan erat dengan penatalaksanaan
secara keseluruhan. Dahulu hipertensi pada lanjut usia dianggap tidak selalu
perlu diobati, bahkan dianggap berbahaya untuk diturunkan. Memang teori ini
didukung oleh observasi yang menunjukkan turunnya tekanan darah sering kali
diikuti pada jangka pendeknya oleh perburukan serangan iskemik yang transient
(TIA). Tetapi akhir-akhir ini dari penyelidikan epidemiologi maupun trial
klinik obat-obat antihipertensi pada lanjut usia menunjukan bahwa hipertensi
pada lansia merupakan risiko yang paling penting untuk terjadinya penyakit
kardiovaskuler, strok dan penyakit ginjal. Banyak data akhir-akhir ini
menunjukan bahwa pengobatan hipertensi pada lanjut usia dapat mengurangi
mortalitas dan morbiditas.
1.2. RUMUSAN
MASALAH
·
Apa
itu hipertensi pada lansia?
·
Apa
saja klasifikasi hipertensi pada lansia?
·
Bagaimana
etiologi hipertensi pada lansia?
·
Seperti
apa patofisiologi hipertensi pada lansia?
·
Bagaimana
Tanda dan Gejala hipertensi pada lansia?
1.3.TUJUAN
·
Untuk
mengetahui pengertian hipertensi pada lansia.
·
Untuk
mengetahui klasifikasi hipertensi pada lansia.
·
Untuk
mengetahui etiologi hipertensi pada lansia.
·
Untuk
mengetahui patofisiologi hipertensi pada lansia.
·
Untuk
mengetahui Tanda dan Gejala hipertensi pada lansia.
BAB II
ISI
2.1. DEFINISI HIPERTENSI
DAN LANSIA
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Commitee
on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) sebagai
tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya,
mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi
maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90 % dari
semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang
dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki.
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan
darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80
mmHg. Hipertensi sering menyebabkan
perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya
tekanan darah (Arif Muttaqin, 2009). Menurut Bruner dan Suddarth (2001) hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan
diastoliknya di atas 90
mmHg.
Menua atau menjadi tua adalah suatu
keadaaan yang terjadi didalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak,
dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda,
baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,
misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan
kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi
mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
pengelihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh
yang tidak proporsional.
Pada populasi manula,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik di atas 160 mmHg dan tekanan
diastolik di atas 90 mmHg. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
meningkatnya tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan diastolik sedikitnya 90
mmHg.
2.2. KLASIFIKASI
HIPERTENSI PADA LANSIA
·
Berdasarkan
klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan:
1. Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic
hypertension), terdapat pada 6-12% penderita di atas usia 60th, terutama pada
wanita. Insioden meningkat seiring bertambahnya umur.
2. Hipertensi diastolic saja (Diastolic
hypertension), terdapat antara 12-14% penderita di atas usia 60th, terutama
pada pria. Insidensi menurun seiring bertambahnya umur.
3. Hipertensi sistolik-diastolik: terdapat pada
6-8% penderita usia di atas 60th, lebih banyak pada wanita. Menningkat dengan
bertambahnya umur.
·
Berdasarkan penyebab
hipertensi di bagi menjadi dua golonagan yaitu :
1. Hipertensi essensial dan hipertensi primer yang tidak
diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik.terdapat sekitar 95%
kasus. Banyak faktor yang mempengaruhi nya seperti genetic, lingkungan,
hiperaktivitas susunan saraf simpatis,system reninangiotensin,efek dalam
ekskersi Na, peningkatan Na dan Ca ekstrseluler dan factor-faktor yang
meningkatkan resiko eperti obesitas, alcohol, merokok serta polisitemia.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal.
Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifikny dikietahui seperti gangguan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vascular renal, hiperaldosteronisme
promer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarksasio aorta, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan (mansjoer A dkk,2001).
·
Hipertensi pada usia
lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1999):
1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih
besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90
mmHg.
2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik
lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
2.3. ETIOLOGI
HIPERTENSI PADA LANSIA
Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi
lain meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup
seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan. Faktor
resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol,
antara lain:
·
Faktor
resiko yang tidak dapat dikontrol:
Faktor
risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga (genetik kromosomal),
umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun), jenis kelamin pria atau
wanita pasca menopause.
a. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria
sama dengan wanita.Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon
estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung
dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen
dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang
selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut
dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur
wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55
tahun. Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa
muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60%
penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan
hormon setelah menopause.
b. Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi
tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah
yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut
harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan
hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar
tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia
lanjut. hipertensi sering terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita :
> 65 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah
menopause. Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan
usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri
utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya
arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan
daya penyesuaian diri.
c. Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu
akanmenyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio
antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi.
·
Faktor
resiko yang dapat dikontrol:
a. Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan
kalori mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu
sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia.
Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis,
jantung dan pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi
langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan
sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
b. Kurang Olahraga.
Olahraga banyak dihubungkan dengan
pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi)
dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus
melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya
aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko
untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak
jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar
pula kekuaan yang mendesak arteri.
c. Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.
Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna
dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.
d. Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat
mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler
ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
e. Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol
dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan
minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi.
f. Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari
satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir
tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
g. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi
diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan
tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh
stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Menurut Anggraini
(2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres
ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan
karakteristik personal.
2.4. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
PADA LANSIA
Mekanisme yang mengontrol
konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada
medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula pada sistemsaraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks
dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi.
Pada saat bersamaan dimana
sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi.
Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epineprin, yang menyebabkan
vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan streroid lainnya, yang dapat memperkuatrespons vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan
renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstrikstriktor kuat. Yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan gerontologis.
Perubahan struktur dan fungsional pada sistem perifer bertanggung jawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi arterosklerosis, hilangnya elastisistas jaringan ikat, dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan
arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung
dan peningkatan tahanan parifer (Bruner dan Suddarth, 2001).
2.5. TANDA
DAN GEJALA HIPERTENSI PADA LANSIA
Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering
tidak memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious)
atau tersembunyi (occult). Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis
beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing
Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran
menurun
2.6. KOMPLIKASI
HIPERTENSI PADA LANSIA
Pasien dengan hipertensi dapat meninggal
dengan cepat; penyebab terserang kematian adalah penyakit jantung, sedangkan
stroke dan gagal ginjal sering ditemukan, dan sebagian kecil pada pasien dengan
retinopati. Pada hipertensi berat yaitu
apabila tekanan darah diastolic sama atau lebih besar dari 130mmHg,atau
kenaikan tekanan darah yang terjadi secara mendadak, alat-alat tubuh yang
sering terseang hipertensi antaraa lain:
·
Mata : berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan.
·
Ginjal : berupa gagal ginjal
·
Jantung :
berupa payah jantung, jantung koroner.
·
Otak : berupa pendarahan akibat pecahnya mikro
anerisma yang dapat menggakibatkan kematian, iskemia dan proses emboli
a. Komplikasi pada Sistem Kardiovaskuler
Kompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan tekanan
sistemik adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai dengan penebalan
dinding ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel memburuk,
kapasitasnya membesar dan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung.
Angina pektoris dapat timbul sebagai akibat dari kombinasi penyakit arteri
koronaria dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard karena penambahan massanya.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran jantung dengan denyut ventrikel
kiri yang menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin ditemukan
murmur dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat)
sering terdengar pada penyakit jantung hipertensif, dan bunyi jantung
protodiastolik (ventrikuler, ketiga) atau irama gallop mungkin saja
ditemukan. Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi
ventrikel kiri. Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark.
Sebagian besar kematian dengan hipertensi disebabkan oleh infark miokard atau
gagal jantung kongestif. Data-data terbaru menduga bahwa kerusakan miokardial
mungkin lebih diperantarai oleh aldosteron pada asupan garam yang normal atau
tinggi dibandingkan hanya oleh peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin
II.
b. Efek Neurologik
Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada
retina dan sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan
dengan arteri dan arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka dengan
pemeriksaan optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan terhadap proses
dampak hipertensi pada pembuluh darah retina.
Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien hipertensi.
Sakit kepala di daerah oksipital, paling sering terjadi pada pagi hari, yang
merupakan salah satu dari gejala-gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan
’keleyengan’, kepala terasa ringan, vertigo, tinitus dan penglihatan menurun
atau sinkope, tapi manifestasi yang lebih serius adalah oklusi vaskuler,
perdarahan atau ensefalopati. Patogenesa dari kedua hal pertama sedikit
berbeda. Infark serebri terjadi secara sekunder akibat peningkatan
aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana perdarahan serebri adalah akibat
dari peningkatan tekanan darah dan perkembangan mikroaneurisma vaskuler serebri
(aneurisma Charcot-Bouchard). Hanya umur dan tekanan arterial diketahui
berpengaruh terhadap perkembangan mikroaneurisma.
Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat,
gangguan kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan
papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi kemungkinan tidak
berkaitan dengan spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda fokal
neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan suatu infark /
perdarahan serebri atau transient ischemic attack. Hipertensi atau tekanan
darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi,
dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada retina, edema retina
dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum
atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau
sklerosis pembuluh darah.
c. Efek pada Ginjal
Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler
glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi dan
berakibat pada penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi
tubuler. Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada
glomerulus dan ± 10 % kematian disebabkan oleh hipertensi akibat gagal ginjal.
Kehilangan darah pada hipertensi terjadi tidak hanya dari lesi pada ginjal;
epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga sering terjadi pada pasien-pasien ini.
2.7. PENATALAKSANAAN
HIPERTENSI PADA LANSIA
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan
dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
·
Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan
berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
ü
Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
-
Restriksi garam
secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
-
Diet rendah
kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
-
Penurunan berat badan
-
Penurunan asupan
etanol
-
Menghentikan merokok
ü
Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai
empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,
jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.
Intensitas
olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari
denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara
20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x
perminggu dan paling baik 5 x perminggu
ü
Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita
hipertensi meliputi :
-
Tehnik Biofeedback
Biofeedback
adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda
mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan
biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri
kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
-
Tehnik relaksasi
Relaksasi
adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan
atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot
dalam tubuh menjadi rileks
ü
Pendidikan Kesehatan
( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga
pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
·
Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan
tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat
hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya
perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh
Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION,
EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita
dan penyakit lain yang ada pada penderita.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia, kejadian
hipertensi pada populasi ini meningkat pula. Meningkatnya tekanan darah
sudah terbukti meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada usia lanjut. Salah
satu karakteristik hipertensi pada usia lanjut adalah terdapatnya berbagai penyakit
penyerta (komorbid) dan komplikasi organ target, seperti kejadian penyakit
kardiovaskuler, ginjal, gangguan pada sistem saraf pusat dan mata. Dengan
menurunkan tekanan darah sampai target 140/90 mmHg dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas.
Selain diagnosis yang sangat teliti, tatalaksana hipertensi pada usia
lanjut harus juga memperhatikan kedua hal tersebut di atas. Penatalaksanaan
hipertensi pada lansia tidak berbeda dengan penatalaksanaan hipertensi pada
umumnya, yaitu merubah pola hidup dan pengobatan anti hipertensi. Dan saat ini
berbagai pilihan obat-obat anti hipertensi telah beredar di pasaran. Pemakaian
berbagai obat tersebut bisa disesuaikan dengan penyakit komorbid yang menyertai
keadaan hipertensi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges., 2003. Rencana
Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.
Fatimah.,2010.Merawat
manusia Lanjut usia.Jakarta: Trans Info Media
Geratosima, Salma 2004. Buku Ajar GERIATRI (ilmu kesehatan usia lanjut) edisi 3.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ganiswarna S., et al. 1995. Farmakologi & Terapi Edisi 4.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Kowalski, Robert E. 2010. Terapi Hipertensi. Bandung : Mizan
Pustaka.
Martono, H. (2004). Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut, Buku Ajar Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut) Edisi Ke-3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Ma’rifatul Lilik
Azizah.,2011.Keperawatan lanjut usia.Jogjakarta: Graha.
Nugroho, Wahjudi. 2000 . Keperawatan Gerontik . Jakarta :
EGC.
Stanley, Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.
Stocklager, Jaime L. 2008. Asuhan Keperawatan Geriatric Edisi 2.
Jakarta : EGC.